Pelaku Tak Mampu Bayar Restitusi, Negara Harus Hadir Pulihkan Korban Pidana
Anggota Komisi XIII DPR RI, Umbu Kabunang dalam Kunjungan Kerja Komisi XIII DPR RI ke Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Rabu (2/7/2025). Foto: Nadhen/vel
PARLEMENTARIA, Batam - Sistem peradilan di Indonesia mengenal sistem restitusi dan kompensasi untuk pemulihan korban pengadilan tindak pidana. Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga kepada korban, sementara kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara kepada korban.
Skema tuntutan ganti rugi kepada korban tindak pidana ini menjadi sorotan dalam Kunjungan Kerja Komisi XIII DPR RI ke Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Seringkali pelaku tindak pidana tidak merupakan orang yang tidak mampu. Oleh karenanya korban pun kesulitan mendapatkan akses pemulihan atas tindakan yang didapatkannya dari pelaku.
Anggota Komisi XIII DPR RI, Umbu Kabunang pun meminta Pemerintah jangan abai terhadap pemulihan hak warga negaranya yang telah menjadi korban suatu pelanggaran tindak pidana.
"Negara harus hadir, bilamana pelaku tidak mampu membayarkan restitusi. Contohnya jika kasus terjadi pada anak-anak yang masih sekolah, kemudian orang tuanya jadi korban suatu kasus. Maka negara harus menyekolahkan mereka, hingga selesai" ujarnya, Rabu (2/7/2025).
Komisi XIII sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. RUU ini diharapkan bisa memperkuat klausul penarikan restitusi dari pelaku.
RUU ini pun kata Umbu akan memastikan korban suatu tindak pidana tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan restitusi. Penyitaan aset pelaku bisa dilakukan mulai dari tahap penyidikan.
"Undang-Undang sekarang belum begitu diatur tentang kepastian adanya restitusi. Maka kami berpikir dan mengusulkan penguatan bagaimana restitusi itu dilakukan. Mulai dari penyidikan, penuntutan, hingga persidangan," katanya. (ndn/aha)